SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG DI BLOG HAFID UNTAN

Senin, 05 Oktober 2015

PEMERINTAHAN DAERAH



UU NO 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
A.         Latar Belakang
         Salah satu persoalan yang mendapat perhatian sesudah gagasan reformasi berhasil dimenangkan pada tahun 1998 adalah persoalan Pemerintahan Daerah. Sudah beberapa kali terjadi perubahan UU Pemerintah Daerah. UU Pemerintahan Daerah yang pertama kali pasca reformasi adalah UU 22 Tahun 1999 sebagai pengganti UU nomor 5 Tahun 1974, kemudian diganti menjadi UU Nomor 32 tahun 2004, UU ini dilakukan perubahan menyangkut pelaksanaan pemilihan kepala daerah tetapi substansi kebijakan pengelolaan pemerintah daerah tidak mengalami perubahan. Terakhir adalah UU 23 tahun 2014 yang kemudian dilakukan perubahan dalam perpu No 2 Tahun 2014. Perpu tersebut hanya membatalkan 2 pasal yakni pasal yang mengatur pemilihan kepala daerah oleh DPRD.
       Berbagai dinamika dalam  perubahan kebijakan pemerintahan daerah tersebut mulai dari arah sentralisitik sampai desentralistik. Sebagai negara kesatuan Indonesia  tentu menerapkan pembagian urusan pusat dan daerah dengan tetap mengacu pada pola desentralisasi, dekonsentrasi dan medebewind. Perubahan kebijakan hubungan pusat dan daerah di Indonesia pada dasarnya mengacu pada ultra vires doctrine dan risidual power atau open end arrengement (konsep kekuasaan asli atau kekuasaan sisa)(1). Ultra vires doctrine lebih terasa pada pola sentralisitik sementara residual power lebih mengarah ke desentralistik. Bahkan ada menganggap bahwa residual power sebenarnya merupakan pola hubungan pemerinta pusat dan daerah yang biasa diterapkan dalam konsep negara federal. Sementara dalam negara kesatuan kekuasaan sisa idealnya berada ditangan pusat
         Pola hubugan  pusat dan daerah sejak pemberlakuan UU Nomor 5 tahun 1974 sampai UU Nomor 23 Tahun 2014 mengalami dinamika perubahan. UU Nomor 5 tahun 1974 lebih tepat dikatakan sebagai pola ultra vires doctrine karena kewenangan yang diberikan kepada daerah dirinci satu persatu. Sementara UU Nomor 22 Tahun 1999, UU 32 tahun 2004 dan UU 23 tahun 2014 kewenangan yang diberikan bersifat residual power atau open and arrengmet atau general competence(2) karena semua kewenangan diberikan kepada daerah kecuali  urusan yang ditangani oleh pemerintah pusat, yakni moneter dan fiskal nasional, pertahanam dan keamanan, urusan luar negeri, peradilan, dan agama. Selain itu sistem pembagian kekuasaan yang didesentralisasikan ke daerah di Indonesia juga menerapkan desentralisasi a simteris dan desentraisasi simetris(3). Desentralisasi a simetris terasa dalam UU No 22 Tahun 1999, dimana ada pemberian otonomi khusus bagi beberapa daerah (Aceh, Jogya dan Papua). Sementara dalam UU No 5 tahun 1974 hanya pemusatan biasa.
B.      Ruang Lingkup Dan Identifikasi Masalah
      Mengenai pelaksanaan pemerintahan daerah memasuki era baru ketika UU No 32 tahun 2004 digantikan dengan UU No 23 tahun 2014. Era baru penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat kita lihat dari perbedaan yuridis maupun filosofis.
1)         Perbedaan yuridis tertuang dalam bentuk pasal-pasal yang mengatur hal-hal yang tidak diatur dalam UU sebelumnya.
2)        Perbedaan filosofis terlihat dari makna dan orientasi yang secara tersurat terkandung dalam pasal-pasal yang sebelumnya tak diatur dalam UU sebelumnya.
    Perbedaan perihal pemerintahan sebelumnya, urusan pemerintahan menjadi kewenangan urusan Pemerintah Pusat (dapat dilimpahkan sebagian urusannya kepada perangkat Pemerintah Pusat atau wakil Pemerintah Pusat di daerah  atau dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah) dan urusan pemerintah daerah dibagi atas urusan wajib dan pilihan. Namun, di UU No 23 tahun 2014, urusan pemerintahan dibagi atas Urusan mutlak yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, Urusan pemerintahan kongkruen yang dibagi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Dalam naskah akademik RUU Pemda tahun 2011 dijelaskan bahwasanya mengacu kepada ketiga kriteria tersebut, pembagian urusan pemerintahan menjadi sebagai berikut:
1)      Pemerintah Pusat berwewewenang untuk membuat pengaturan, dalam bentuk Norma, Standar,   Prosedur dan Kriteria (NSPK) yang dijadikan acuan bagi pemerintahan daerah provinsi, kabupaten/kota untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah tersebut.
2)    Pemerintahan daerah provinsi bewewenangan untuk mengatur provinsi (lintas kabupaten/kota) berdasarkan NSPK yang ditetapkan Pemerintah Pusat.
3)     Pemerintahan daerah kabupaten/kota berwewenang untuk mengatur kabupaten/kota berdasarkan NSPK yang ditetapkan Pemerintah Pusat.

C.        Kerangka Tujuan Dan Kegunaan    
        UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dengan Rahmat Tuhan yang Maha Esa Presiden Republik Indonesia,                                       
Menimbang
1)        Bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam Undang - Undang.
2)        Bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3)          Bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antara Pemerintah Pusat dengan daerah dan antardaerah, potensi dan keanekaragaman daerah, serta peluang dan tantangan persaingan global dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara.
4)            Bahwa Undang - Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga perlu diganti.
5)            Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam angka 1234 dan 5, perlu membentuk Undang - Undang tentang Pemerintahan Daerah.
        Mengingat: Pasal 1, Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 17 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20, Pasal 22D ayat (2), dan Pasal 23E ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.  . . .
D.    Kerangka Menjawab Ide Poko
       Pemaparan UU No 23 tahun 2014, oleh Djufri Sinaro. dosen pengajar di IPDN madya dan nindya praja IPDN Kampus Sumbar. Beliau menegasakan bahwa UU No. 23 tahun 2014 merupakan makanan pokok bagi praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri yang nantinya akan dijadikan acuan dalam bertugas di Pemerintah Daerah. Secara keseluruhan            Undang - Undang tersebut memiliki kesamaan dengan UU No. 32 tahun 2004 namun ada beberapa pasal yang mengalami perubahan. Mulai dari sekarang madya dan nindya praja harus membaca dan memahami undang - undang tersebut dengan baik hingga menjadi purna praja. Jika tidak dibaca dan tidak mengerti maka kelak akan menjadi purna yang hampa dan tidak ada tanggung jawab kepada almamater IPDN. Adapun yang menjadi titik permasalahan dalam pembagian urusan kewenangan pemerintah daerah yang terlalu banyak (31 buah urusan yang menajdi urusan pemerintahan yang didesentralisasikan). Selain itu, pemerintah daerah  dari Provinsi hingga Desa juga dibebankan untuk melaksanakan urusan Pemerintah Pusat berdasarkan azas tugas pembantuan. Maka dari itu, dalam UU no 23 tahun 2014, Urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah dibedakan atas dua jenis. Termaktub dalam Pasal 9
1.          Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolute, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum,
2.            Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat,
3.          Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota,
3.          Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar pelaksanaan    Otonomi     Daerah,
4.          Urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan  Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan.
       Urusan pemerintah absolut sebagaimana dijelaskan dalam pasal 10 ayat 1, terdiri atas Politik LN, Hankam, yustisi, moneter dan fiskal serta agama. Namun, Pemerintah Pusat dalam melimpahkan kewenangannya kepada instansi vertikal dan wakil pemerintah pusat di daerah yakni Gubernur yang berdasarkan asas dekonsentrasi. Dengan demikian, urusan pemerintah absolut memang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan tak berkaitan dengan pemerintah kota dan kabupaten yang mengedepankan azas desentralisasi serta bukan perwakilan pemerintah pusat.


E.         Kesimpulan
       Melalui pemaparan diatas dapat kita ukur dari kinerja - kinerja pemerintah daerah baik Gubernur Pemerintah Pusat dan pemerintah kota serta kabupaten, telah dibedakan menjadi dua jenis urusan konkuren yakni urusan pemerintah wajib dan urusan pilihan. Untuk urusan wajib pun dibagi dua lagi yakni urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar. Urusan wajib ini pun, secara yuridis diatur dengan menggunakan skala prioritas bahwa urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar pelaksanaannya sebagaimana diatur dalam pasal 18 ayat 1. Adanya penyertaan skala prioritas dalam penyelenggaraan urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar agar dimaksudkan otonomi luas bukan lagi diartikan semua urusan harus dilembagakan.

Referensi:
Kumpulan – Kumpulan Referensi:
1.         Setiawan, Dian Bakti.Agustus 2011. Pemberhentian Kepala Daera. PT RajaGrafindo Pesada Jakarta.
2.         Hanif,  Teori dan Parktek Pemerintahan, Grafindo, Jogyakarta, 2003   
3.         Idem      
4.         JPP-UGM (2010). Desentralisasi Asimetris di Indonesia: Praktek dan Proyeksi. Yogyakarta, Jurusan Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM.
5.         Hanif,  Teori dan Parktek Pemerintahan Garafindo, Jogyakarta, 2003 
6.         JPP-UGM (2010). Desentralisasi Asimetris di Indonesia: Praktek dan Proyeksi.                          Yogyakarta, Jurusan Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM
7.         Kusuma, Herry. 30 September 2015. 13:56:39 GMT. UU No 23 Tahun 2014 Tentang PEMDA.
9.         www.slidesearch.org/.../uu-nomor-23-tahun-2014-tentang-pemerintah-d..


1 komentar: